Sabtu, 29 November 2008

MASA KECIL KU

Kalau waktu boleh diputar balik, ingin rasanya kembali ke masa kecil ku.
Yang masih dapat aku ingat adalah ketika aku bermain dengan kakekku di teras rumah.
Kakekku duduk di bangku panjang dari kayu, lalu aku diayun-ayun di atas telapak kakinya.
Kakek sering main ke Semarang tempat bapak ibu ku mencari nafkah. Kakekku sendiri berasal dari Comal, kota kecil tidak jauh dari Pekalongan ataupun Tegal.

Waktu itu umurku baru lima tahun, bungsu dari lima bersaudara. Tiga kakakku sudah sekolah di SD.Xaverius Semarang. Bapak ku sangat bersemangat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah Katolik tersebut. Masa itu memang sekolah Katolik dianggap mampu mendidik anak-anak dengan disiplin yang ketat, sehingga anak-anak bisa belajar dengan baik dan berbudi luhur.
Padahal bapak sembahyang Buddha nya tidak pernah absen. Pagi dan sore hari, aku mengikuti di belakangnya.
Saat itu aku masuk ke Taman Kanak Kanak yang ada di kampung Kranggan atau sering disebut Kebonlancung. Entah kenapa disebut demikian. Ibu guru yang mengajar aku dan teman-temanku yang berjumlah sekitar 20 anak, berpakaian adat Jawa seperti Ibu Kartini. Sedikit menyeramkan, karena tiap pagi harus menunjukkan kuku jari tangan. Kalau kotor, maka penggaris kayu yang keras bisa melayang ke jari. Jam istirahat sekolah, waktunya untuk jajan ... soto, es, dan yang lain. Waktu itu uang lima rupiah bisa untuk beli soto semangkuk.
Jarak rumahku ke sekolah hanya 100 meter, aku tempuh dengan berjalan kaki. Suatu siang, ketika pulang dari sekolah ...hujan deras mengguyur. Badanku serasa ditusuk-tusuk dengan jarum. Dan bibirku membiru, karena kedinginan.
Rumah gubuk yang disewa Bapak memiliki 2 kamar tidur, dan ruang keluarga yang kecil.
Kami berlima tidur di satu kamar, dengan menggunakan ranjang besi bertingkat. Ranjang ini ditutupi kelambu (sejenis kain tembus pandang, untuk mencegah nyamuk masuk).
Jendela kamar memakai gorden yang dipasang di seutas bentangan kawat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar